Ahlus Sunnah wal Jama’ah sepakat bahwa syirik merupakan bentuk
kemaksiatan yang paling besar kepada Allah Azza wa Jalla, syirik
merupakan sebesar-besar kezhaliman, sebesar-besar dosa yang tidak akan
diampuni oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mengetahui tentang syirik dan
berbagai macamnya merupakan jalan untuk dapat menjauhi-nya dengan
sejauh-jauhnya.
A. Definisi Syirik
Syirik adalah menyamakan selain Allah dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala
dalam Rububiyyah dan Uluhiyyah serta Asma dan Sifat-Nya [2]. Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Syirik ada dua macam; pertama syirik
dalam Rububiyyah, yaitu menjadikan sekutu selain Allah yang mengatur
alam semesta, sebagaimana firman-Nya:
قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ ۖ لَا يَمْلِكُونَ
مِثْقَالَ ذَرَّةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ وَمَا لَهُمْ
فِيهِمَا مِنْ شِرْكٍ وَمَا لَهُ مِنْهُمْ مِنْ ظَهِيرٍ
“Katakanlah: ‘Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai ilah) selain
Allah, mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat dzarrah pun di langit
dan di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu saham pun dalam
(penciptaan) langit dan bumi dan sekali-kali tidak ada di antara mereka
yang menjadi pembantu bagi-Nya.’” [Saba’: 22]
Kedua, syirik dalam Uluhiyyah, yaitu beribadah (berdo’a) kepada selain
Allah, baik dalam bentuk do’a ibadah maupun do’a masalah [3].”
Umumnya yang dilakukan manusia adalah menyekutukan dalam Uluhiyyah Allah
adalah dalam hal-hal yang merupakan kekhususan bagi Allah, seperti
berdo’a kepada selain Allah di samping berdo’a kepada Allah, atau
memalingkan suatu bentuk ibadah seperti menyembelih (kurban), bernadzar,
berdo’a, dan sebagainya kepada selain-Nya.
Karena itu, barangsiapa menyembah dan berdo’a kepada selain Allah
berarti ia meletakkan ibadah tidak pada tempatnya dan memberikannya
kepada yang tidak berhak, dan itu merupakan kezhaliman yang paling
besar. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“... Sesungguhnya menyekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar.” [Luqman: 13]
Diriwayatkan dari Abu Bakrah Radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ (ثَلاَثًا)، قَالُوْا: بَلَى
يَا رَسُوْلَ اللهِ. قَالَ: َاْلإِشْرَاكُ بِاللهِ وَعُقُوْقُ
الْوَالِدَيْنِ -وَجَلَسَ وَكَانَ مُتَّكِئًا فَقَالَ-: أَلاَ وَقَوْلُ
الزُّوْرِ. قَالَ: فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى قُلْنَا لَيْتَهُ
سَكَتَ.
“Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang dosa-dosa besar yang
paling besar?” (Beliau mengulanginya tiga kali.) Mereka (para Sahabat)
menjawab: “Tentu saja, wahai Ra-sulullah.” Beliau bersabda: “Syirik
kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua.” -Ketika itu beliau
bersandar lalu beliau duduk tegak seraya bersabda:- “Dan ingatlah, (yang
ketiga) perkataan dusta!” Perawi berkata: “Beliau terus meng-ulanginya
hingga kami berharap beliau diam.” [4]
Syirik (menyekutukan Allah) dikatakan dosa besar yang paling besar dan
kezhaliman yang paling besar, karena ia me-nyamakan makhluk dan Khaliq
(Pencipta) pada hal-hal yang khusus bagi Allah Ta’ala. Barangsiapa yang
menyekutukan Allah dengan sesuatu, maka ia telah menyamakannya dengan
Allah dan ini sebesar-besar kezhaliman. Zhalim adalah meletakkan sesuatu
bukan pada tempatnya.[5]
Contoh-contoh perbuatan syirik, di antaranya adalah orang yang memohon
(berdo’a) kepada orang yang sudah mati, baik itu Nabi, wali, maupun yang
lainnya. Perbuatan ini adalah syirik.
Berdo’a (memohon) kepada selain Allah, seperti berdo’a me-minta suatu
hajat, isti’anah (minta tolong), istighatsah (minta tolong di saat
sulit) kepada orang mati, baik itu kepada Nabi, wali, habib, kyai, jin
maupun kuburan keramat, atau minta rizki, meminta kesembuhan penyakit
dari mereka, atau kepada pohon dan lainnya selain Allah adalah syirik
akbar (syirik besar).
Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab rahimahullah berkata: “Barangsiapa
yang memalingkan satu macam ibadah kepada selain Allah, maka ia musyrik
kafir.” [6]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ
فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ ۚ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ
“Dan barangsiapa menyembah ilah yang lain bersama Allah, padahal tidak
ada satu dalil pun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya
di sisi Rabb-nya. Sesungguhgnya orang-orang yang kafir itu tiada
beruntung.” [Al-Mukminuun: 117][7]
B. Ancaman Bagi Orang Yang Berbuat Syirik
1. Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan mengampuni orang yang berbuat
syirik kepada-Nya, jika ia mati dalam kemusyrikannya dan tidak bertaubat
kepada Allah. Allah Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ
ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ
إِثْمًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah (berbuat
syirik), maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” [An-Nisaa': 48]
Lihat juga [An-Nisaa': 116].
2. Diharamkannya Surga bagi orang musyrik.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ
الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka
pasti Allah mengharamkan Surga kepadanya, dan tempatnya adalah Neraka,
tidaklah ada bagi orang-orang zha-lim itu seorang penolong pun.”
[Al-Maa-idah: 72]
3. Syirik menghapuskan pahala seluruh amal kebaikan.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” [Al-An’aam: 88]
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ
أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (Nabi-nabi)
sebelummu: ‘Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapus amalmu
dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.’” [Az-Zumar: 65]
Dua ayat ini menjelaskan barangsiapa yang mati dalam ke-adaan musyrik,
maka seluruh amal kebaikan yang pernah dilaku-kannya akan dihapus oleh
Allah, seperti shalat, puasa, shadaqah, silaturahim, menolong fakir
miskin, dan lainnya.
4. Orang musyrik itu halal darah dan hartanya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ
“...Maka bunuhlah orang-orang musyrik di mana saja kamu jumpai mereka,
dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat
pengintaian...” [At-Taubah: 5]
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوْا أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَيُقِيْمُوا
الصَّلاَةَ، وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ، فَإِذَا فَعَلُوْا ذَلِكَ، عَصَمُوْا
مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ اْلإِسْلاَمِ،
وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ تَعَالَى.
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa
tidak ada ilah (sesembahan) yang diibadahi dengan benar melainkan Allah
dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, dan
membayar zakat. Jika mereka telah melakukan hal tersebut, maka darah dan
harta mereka aku lindungi kecuali dengan hak Islam, dan hisab mereka
ada pada Allah Azza wa Jalla.”[8]
Syirik adalah dosa besar yang paling besar, kezhaliman yang paling zhalim dan kemunkaran yang paling munkar.
C. Jenis-Jenis Syirik
Syirik ada dua jenis: Syirik Besar dan Syirik Kecil.
1. Syirik Besar
Syirik besar adalah memalingkan suatu bentuk ibadah kepada selain Allah,
seperti berdo’a kepada selain Allah atau mendekatkan diri kepadanya
dengan penyembelihan kurban atau nadzar untuk selain Allah, baik untuk
kuburan, jin atau syaithan, dan lainnya. Atau seseorang takut kepada
orang mati (mayit) yang (dia menurut perkiraannya) akan membahayakan
dirinya, atau mengharapkan sesuatu kepada selain Allah, yang tidak kuasa
memberikan manfaat maupun mudharat, atau seseorang yang meminta sesuatu
kepada selain Allah, di mana tidak ada manusia pun yang mampu
memberikannya selain Allah, seperti memenuhi hajat, menghilangkan
kesulitan dan selain itu dari berbagai macam bentuk ibadah yang tidak
boleh dilakukan melainkan ditujukan kepada Allah saja.[9] Allah Ta’ala
berfirman:
دَعْوَاهُمْ فِيهَا سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَتَحِيَّتُهُمْ فِيهَا سَلَامٌ
ۚ وَآخِرُ دَعْوَاهُمْ أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Do’a mereka di dalamnya adalah, ‘Subhanakallahumma,’ dan salam
penghormatan mereka adalah: ‘Salaamun.’ Dan penutup do’a mereka adalah:
‘Alhamdulillaahi Rabbil ‘aalamin.’” [Yunus: 10]
Syirik besar dapat mengeluarkan pelakunya dari agama Islam dan
menjadikannya kekal di dalam Neraka, jika ia meninggal dunia dalam
keadaan syirik dan belum bertaubat daripadanya.
Syirik besar ada banyak [10], sedangkan di sini akan disebutkan empat macamnya saja:[11]
Syirik do’a, yaitu di samping ia berdo’a kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, ia juga berdo’a kepada selain-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ
“Maka apabila mereka naik kapal mereka berdo’a kepada Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka
sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).”
[Al-‘Ankabuut: 65]
Syirik niat, keinginan dan tujuan, yaitu ia menujukan suatu bentuk
ibadah untuk selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ
أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ
لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ ۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا
فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami
berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna
dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang
tidak memperoleh di akhirat, kecuali Neraka dan lenyaplah di akhirat itu
apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah
mereka kerjakan.” [Huud: 15-16]
Syirik ketaatan, yaitu mentaati selain Allah dalam hal maksiyat kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ
وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَٰهًا
وَاحِدًا ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai
rabb-rabb selain Allah, dan (juga mereka menjadikan rabb) al-Masih
putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh beribadah kepada Allah Yang
Maha Esa; tidak ada ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) selain
Dia. Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” [At-Taubah: 31]
Syirik mahabbah (kecintaan), yaitu menyamakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan selain-Nya dalam hal kecintaan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا
يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا
لِلَّهِ ۗ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ
الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah
tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka
mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya
kepada Allah. Dan seandainya orang-orang yang berbuat zhalim itu
mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari Kiamat), bahwa
kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat
siksa-Nya (niscaya mereka menyesal).” [Al-Baqarah: 165]
2. Syirik Kecil
Syirik kecil tidak menjadikan pelakunya keluar dari agama Islam, tetapi
ia mengurangi tauhid dan merupakan wasilah (jalan, perantara) kepada
syirik besar.
Syirik kecil ada dua macam:
Syirik zhahir (nyata), yaitu syirik kecil dalam bentuk ucap-an dan
perbuatan. Dalam bentuk ucapan misalnya, bersumpah dengan selain Nama
Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللهِ فَقَدْ كَفَرَ أَوْ أَشْرَكَ.
“Barangsiapa bersumpah dengan selain Nama Allah, maka ia telah berbuat kufur atau syirik.” [12]
Syirik dan kufur yang dimaksud di sini adalah syirik dan kufur kecil.
Qutailah binti Shaifi al-Juhaniyah Radhiyallahu anhuma menuturkan bahwa
ada seorang Yahudi yang datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, dan berkata: “Sesungguhnya kamu sekalian melakukan perbuatan
syirik. Engkau mengucapkan: ‘Atas kehendak Allah dan kehendakmu,’ dan
mengucapkan: ‘Demi Ka’bah.’” Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan para Sahabat apabila hendak bersumpah agar mengucapkan:
وَرَبِّ الْكَعْبَةِ، وَأَنْ يَقُوْلُوْا: مَاشَاءَ اللهُ ثُمَّ شِئْتَ.
“Demi Allah, Pemilik Ka’bah,” dan mengucapkan: “Atas kehendak Allah kemudian atas kehendakmu.’” [13]
Contoh lain syirik dalam bentuk ucapan yaitu perkataan:
مَا شَاءَ اللهُ وَشِئْتَ.
“Atas kehendak Allah dan kehendakmu.”
Ucapan tersebut salah, dan yang benar adalah:
مَا شَاءَ اللهُ ثُمَّ شِئْتَ.
“Atas kehendak Allah, kemudian karena kehendakmu.”
Hal ini berdasarkan hadits dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا حَلَفَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَقُلْ: مَا شَاءَ اللهُ وَشِئْتَ، وَلَكِنْ لِيَقُلْ: مَا شَاءَ اللهُ ثُمَّ شِئْتَ.
“Apabila seseorang dari kalian bersumpah, janganlah ia mengucapkan:
‘Atas kehendak Allah dan kehendakmu.’ Akan tetapi hendaklah ia
mengucapkan:
مَا شَاءَ اللهُ ثُمَّ شِئْتَ.
‘Atas kehendak Allah kemudian kehendakmu.’” [14]
Kata ثُـمَّ (kemudian) menunjukkan tertib berurutan, yang berarti menjadikan kehendak hamba mengikuti kehendak Allah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Rabb semesta alam.” [At-Takwir: 29]
Adapun contoh syirik dalam perbuatan, seperti memakai gelang, benang,
dan sejenisnya sebagai pengusir atau penangkal marabahaya. Seperti
menggantungkan jimat (tamimah [15]) karena takut dari ‘ain (mata jahat)
atau lainnya. Jika seseorang meyakini bahwa kalung, benang atau jimat
itu sebagai penyerta untuk menolak marabahaya dan menghilangkannya, maka
perbuatan ini adalah syirik ashghar, karena Allah tidak menjadikan
sebab-sebab (hilangnya marabahaya) dengan hal-hal tersebut. Adapun jika
ia berkeyakinan bahwa dengan memakai gelang, kalung atau yang lainnya
dapat menolak atau mengusir marabahaya, maka per-buatan ini adalah
syirik akbar (syirik besar), karena ia menggantungkan diri kepada selain
Allah.[16]
Syirik khafi (tersembunyi), yaitu syirik dalam hal keinginan dan niat,
seperti riya’ (ingin dipuji orang) dan sum’ah (ingin didengar orang),
dan lainnya. Seperti melakukan suatu amal tertentu untuk mendekatkan
diri kepada Allah, tetapi ia ingin men-dapatkan pujian manusia, misalnya
dengan memperindah shalatnya (karena dilihat orang) atau bershadaqah
agar dipuji dan memperindah suaranya dalam membaca (Al-Qur-an) agar
didengar orang lain, sehingga mereka menyanjung atau memujinya.
Suatu amal apabila tercampur dengan riya’, maka amal tersebut tertolak,
karena itu Allah memperintahkan kita untuk berlaku ikhlas. Allah Ta’ala
berfirman:
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا
إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ
فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku ini hanyalah manusia sepertimu, yang
diwahyukan kepadaku: ‘Bahwa sesungguhnya Ilah kamu itu adalah Allah Yang
Esa.’’ Barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Rabb-nya, maka
hendaklah ia mengerjakan amal shalih dan janganlah ia mempersekutukan
seorang pun dalam beribadah kepada Rabb-nya.” [Al-Kahfi: 110]
Maksudnya, katakanlah (wahai Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam)
kepada orang-orang musyrik yang mendustakan ke-Rasulanmu: “Sesung-guhnya
aku ini hanyalah manusia seperti juga dirimu.” Maka barangsiapa yang
menganggap diriku (Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ) adalah
pendusta, hendaklah ia mendatangkan sebagaimana yang telah Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bawa. Sesungguhnya Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak mengetahui yang ghaib, yaitu tentang
perkara-perkara terdahulu yang pernah disampaikan beliau, seperti
tentang Ashhaabul Kahfi, tentang Dzul Qarnain, atau perkara ghaib
lainnya, melainkan (sebatas) yang telah diwahyukan Allah Ta’ala kepada
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa ilah
(sesembahan) yang mereka seru dan mereka ibadahi, tidak lain adalah
Allah Yang Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Lalu Allah Subhanahu wa
Ta’ala mengabarkan bahwa barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan
dengan-Nya -yaitu mendapat pahala dan kebaikan balasan-Nya- maka
hendaklah ia mengerjakan amal shalih yang sesuai dengan syari’at-Nya,
serta tidak menyekutukan sesuatu apapun dalam beribadah kepada Rabb-nya.
Amal perbuatan inilah yang di-maksudkan untuk mencari keridhaan Allah
Ta’ala semata, yang tidak ada sekutu bagi-Nya.
Kedua hal tersebut (amal shalih dan tidak menyekutukan Allah) merupakan
rukun amal yang maqbul (diterima). Yaitu harus benar-benar tulus karena
Allah (menjauhi perbuatan syirik) dan harus sesuai dengan syari’at
(Sunnah) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. [17]
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ اْلأَصْغَرُ، فَقَالُوْا:
وَمَا الشِّرْكُ اْلأَصْغَرُ، يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قاَلَ: اَلرِّيَاءُ.
“Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil.”
Mereka (para Sahabat) bertanya: “Apakah syirik kecil itu, wahai
Rasulullah?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Yaitu
riya'.” [18]
Termasuk juga dalam syirik, yaitu seseorang yang melakukan amal untuk
kepentingan duniawi, seperti orang yang menunaikan ibadah haji atau
berjihad untuk mendapatkan harta benda.
Sebagaimana dalam hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تَعِسَ عَبْدُ الدِّنَارِ، تَعِسَ عَبْدُ الدِّرْهَمِ، تَعِسَ عَبْدُ
الْخَمِيْصَةِ، تَعِسَ عَبْدُ الْخَمِيْلَةِ، إِنْ أُعْطِيَ رَضِيَ وَإِنْ
لَمْ يُعْطَ سَخِطَ.
“Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba
khamishah, celakalah hamba khamilah [19]. Jika diberi ia senang, tetapi
jika tidak diberi ia marah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar