Penggunaan Alat Pencegah Atau Perangsang Haid, Pencegah Kehamilan Dan Penggugur Kandungan
Penggunaan alat yang dapat mencegah kehamilan untuk selamanya. Ini tidak boleh hukumnya, sebab dapat menghentikan kehamilan yang mengakibatkan berkurangnya jumlah ketunaan Dan hal ini bertentangan dengan anjuran Nabi shallallahu alaihi wasalam agar memperbanyakjumlah umat Islam, selain itu bisa saja anak-anaknya yang ada semuanya meninggal dunia sehingga ia pun hidup menjanda seorang diri tanpa anak. Penggunaan alat yang dapat mencegah kehamilan sementara. Contohnya, seorang wanita yang sering hamil dan hal itu terasa berat baginya, sehingga ia ingin mengaturjarak kehamilannya menjadi dua tahunsekali. Maka penggunaan alat ini diperbolehkan dengan syarat: seizin suami, dan alat tersebut tidak membahayakan dirinya Dalilnya,bahwa para sahabat pernah melakukan 'azl.
Nifas Dan Hukum-Hukumnya
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: "Darah yang dilihat seorang wanita ketika mulai merasa sakit adalah nifas." Beliau tidak memberikan batasan 2 atau 3 hari. Dan maksudnva yaitu rasa sakit yang kemudian disertai kelahiran. Jika tidak, maka itu bukan nifas. Para ulama berbeda pendapat tentang apakah masa nifas itu ada batas minimal dan maksimalnya. Menurut Syaikh Taqiyuddin dalam risalahnya tentang sebutan yang dijadikan kaitan hukum oleh Pembawa syari'at, halaman 37 Nifas tidak ada batas minimal maupun maksimalnya. Andaikata ada seorang wanita mendapati darah lebih dari 40, 60 atau 70 hari dan berhenti, maka itu adalah nifas. Namun jika berlanjut terus maka itu darah kotor, dan bila demikian yang terjadi maka batasnya 40 hari, karena hal itu merupakan batas umum sebagaimana dinyatakan oleh banyak hadits."
Hal Wanita Yang Mirip Mustahadhah, Hukum-Hukum Istihadhah
Jika yang terjadi adalah darah haid maka berlaku baginya hukum-hukum haid, sedangkan jika yang terjadi darah istihadhah maka yang berlalku pun hukum-hukum istihadhah. Hukum-hukum haid yang penting telah dijelaskan di muka. Adapun hukum-hukum istihadhah seperti,halnya hukum-hukum tuhr (keadaan suci). Tidak ada perbedaan antara wanita mustahdhah dan wanita suci, kecuali dalam hal berikut ini : Wanita mustahadhah wajib berwudhu setiap kali hendak shalat. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada Fatimah binti Abu Hubaisy: "Kemudian berwudhulah kamu setiap kali hendak shalat". Hal itu memberikan pemahaman bahwa wanita mustahadhah tidak berwudhu untuk shalat yang telah tertentu waktunya kecuali jika telah masuk waktunya. Sedangkan shalat yang tidak tertentu waktunya, maka ia berwudhu pada saat hendak melakukannya.
Makna Istihadhah Dan Kondisi Wanita Mustahadhah
Istihadhah ialah keluamya darah terus-menerus pada seorang wanita tanpa henti sama sekali atau berhenti sebentar seperti sehari atau dua hari dalam sebulan. Dalil kondisi pertama, yakni keluamya darah terus-menerus tanpa henti sama sekali, hadits riwayat Al- Bukhari dari Aisyah Radhiyallahu 'anha bahwa Fatimah binti Abu Hubaisy berkata kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam : "Ya Rasulullah, sungguh aku ini tak pemah suci " Dalam riwayat lain• "Aku mengalami istihadhah maka tak pemah suci.". Dalil kondisi kedua, yakni darah tidak berhenti kecuali sebentar, hadits dari Hamnah binti Jahsy ketika datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata: "Ya Rasulullah, sungguh aku sedang mengalami Istihadhah yang deras sekali."
'Iddah Talak Dihitung Dengan Haid, Keputusan Bebasnya Rahim Dan Kewajiban Mandi
Jika seorang suami menceraikan isteri yang telah digauli atau berkumpul dengannya, maka si isteri harus beriddah selama tiga kali haid secara sempurna apabila termasuk wanita yang masih mengalami haid dan tidak hamil. Hal ini didasarkan pada firman Allah. "Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'..." . Tiga kali quru' artinya tiga kali haid. Tetapi jika si isteri dalam keadaan hamil, maka iddahnya ialah sampai melahirkan, baik masa iddahnya itu lama maupun sebentar. Berdasarkan firman Allah. "Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya..."
Thawaf Wada', Berdiam Dalam Masjid, Jima' (Senggama) Dan Talak
Diharamkan bagi seorang suami mentalak isterinya yang sedang haid, berdasarkan firman Allah Ta'ala. "Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) ..." . Maksudnya, isteri-isteri itu ditalak dalam keadaan dapat menghadapi iddah yang jelas. Berarti, mereka tidak ditalak kecuali dalam keadaan hamil atau suci sebelum digauli. Sebab, jika seorang isteri ditalak dalam keadaan haid, ia tidak dapat menghadapi iddahnya karena haid yang sedang dialami pada saat jatuhnya talak itu tidak dihitung termasuk iddah. Sedangkan jika ditalak dalam keadaan suci setelah digauli, berarti iddah yang dihadapinya tidak jelas karena tidak dapat diketahui apakah ia hamil karena digauli tersebut atau tidak
0 komentar:
Posting Komentar