Sihir, Dukun
Ada riwayat yang shahih, bahwa pada perang Badar Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengurus 24 orang bangkai pemuka
Quraisy , mereka dilemparkan kedalam sebuah sumur busuk yang ada di
Badar. Manakala beliau sudah mengalahkan kaum (Musyrikin Quraisy),
beliau tinggal di tanah Badar yang menjadi lengang selama 3 malam.
Setelelah beliau berada di sana pada hari yang ketiga, beliau
memerintahkan untuk mempersiapkan binatang tungganngannya, lalu dipasang
dan dikuatkanlah pelananya. Kemudian beliau berjalan diiringi oleh para
shahabatnya. Para shahabat berkata, “kami tidak melihat beliau beranjak
kecuali dengan maksud memenuhi sebagian kebutuhannya. Sampai akhirnya
beliau berdiri di sisi bibir sumur, kemudian beliau memanggil
bangkai-bangkai pembesar kafir Quraisy (yang terkubur di dalam sumur)
tersebut dengan menyebutkan nama-nama mereka dan nama bapak-bapak
mereka, “Wahai Fulan bin fulan, Wahai Fulan bin fulan, Bukankah kalian
akan senang jika kalian mentaati Allah dan rasulNya? Sesungguhnya kami
benar-benar telah mendapatkan apa yang telah dijanjikan oleh Rabb kami
kami, bukankah kalian juga telah benar-benar mendapatkan apa yang
dijanjikan oleh Rabb kalian.” Umar berkata, “Wahai Rasulullah kenapa
anda berbicara dengan jasad-jasad yang tidak memiliki arwah ?”
Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya dari Ibnu Mas’ud
Radhiyallahu 'anhu, dia berkata: “Pada suatu malam, kami pernah bersama
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu kami kehilangan dirinya.
Maka kami pun mencari-cari Beliau di lembah-lembah dan di jalan-jalan di
gunung (namun tidak menemukan Beliau), sehingga kami berkata,’Beliau
dibawa terbang jin, atau Beliau telah dibunuh secara rahasia’. Maka kami
melewati malam itu sebagai sejelek-jelek malam yang dialami suatu kaum.
Tatkala datang pagi, tiba-tiba Beliau muncul dari arah gua Hira’. Maka
kami berkata,’Wahai, Rasulullah! (Semalam) kami kehilangan dirimu, lalu
kami mencari-carimu, tetapi tidak menemukanmu, maka kami melewati malam
itu sebagai sejelek-jelek malam yang dialami suatu kaum’. Beliau
berkata,‘Seorang utusan jin mendatangiku, maka aku pun pergi bersamanya
(mendatangi para jin), lalu aku membacakan Al Qur`an kepada mereka’.”
Ibnu Mas‘ud berkata,”Lalu Beliau mengajak kami dan memperlihatkan kepada
kami bekas mereka (jin) dan bekas api mereka.” Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah berkata: “Tidak ada satupun dari segolongan kaum muslimin yang
berpendapat lain dalam masalah eksistensi jin, dan tidak pula dalam
masalah bahwa Allah telah mengutus Muhammad Shallallahu 'alaihi wa
sallam kepada mereka.
Berkaitan dengan hadits ini, Al Qadhi ‘Iyadh menjelaskan: “Sihir
adalah salah satu jenis penyakit diantara penyakit-penyakit lainnya yang
wajar menimpa Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam, seperti halnya
penyakit lain yang tidak diingkari. Dan sihir ini tidak menodai nubuwah
Beliau. Adapun keadaan Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika itu,
seolah-olah membayangkan melakukan sesuatu, padahal Beliau Shallallahu
'alaihi wa sallam tidak melakukannya. Hal itu tidak mengurangi kejujuran
Beliau. Karena dalil dan ijma’ telah menegaskan tentang kema’shuman
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dari sikap tidak jujur. Terpengaruh
sihir perkara yang hanya mungkin terjadi pada diri Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam dalam masalah duniawi yang bukan merupakan tujuan
risalah Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan Beliau Shallallahu
'alaihi wa sallam tidak diistimewakan lantaran masalah duniawi pula.
Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah manusia biasa yang bisa
tertimpa penyakit seperti halnya manusia. Maka bisa saja terjadi, Beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam dikhayalkan oleh perkara-perkara dunia
yang tidak ada hakikatnya. Kemudian perkara itu (pada akhirnya) menjadi
jelas sebagaimana yang terjadi pada diri Beliau Shallallahu 'alaihi wa
sallam”.
Adalah fakta, jika sihir memiliki pengaruh, seperti dapat membunuh
orang yang terkena sihir, dapat membuat seseorang jatuh sakit, sihair
dapat memisahkan antara suami dan isteri, juga bisa menimbulkan
perseteruan antara dua orang yang bersahabat dan berkasih-sayang.
Demikian ini termasuk salah satu aqidah Ahlu Sunnah wal Jama'ah. Yaitu
meyakini bahwa pengaruh sihir benar-benar nyata dan ada. Para ulama
berbeda pendapat tentang hakikat sihir dan jenis-jenisnya, tetapi
mayoritas ulama Ahlu Sunnah wal Jama'ah berpendapat, sihir dapat
memberikan pengaruh langsung terhadap kematian orang yang disihir, atau
membuatnya jatuh sakit, tanpa terlihat tanda-tanda lahiriyah yang
menyebabkannya. Sebagian lainnya -yakni dari kalangan ahli filsafat dan
kelompok Mu'tazilah- mereka mengklaim jika sihar hanyalah khayal (ilusi)
belaka. Pengingkaran terhadap pengaruh sihir ini merupakan keyakinan
ahli kalam dari kalangan Mu'tazilah. Keyakinan tersebut bertentangan
dengan al Qur`an, Sunnah, Ijma' dan akal sehat. Ketika menjelaskan ushul
i'tiqad (pokok-pokok keyakinan) Ahlu Sunnah wal Jama'ah, Abul Hasan al
Asy'ari t mengatakan: "Kami meyakini, sihir dan tukang sihir benar-benar
ada di dunia ini. Dan kekuatan sihir merupakan kenyataan".
Hipnotis merupakan salah satu jenis sihir (perdukunan) yang
mempergunakan jin sehingga si pelaku dapat menguasai diri korban, lalu
berbicaralah dia melalui ucapannya dan mendapatkan kekuatan untuk
melakukan sebagian pekerjaan setelah dikuasainya dirinya tersebut. Hal
ini bisa terkadi, jika si korban benar-benar serius bersamanya dan
patuh. Sebaliknya, ini dilakukan si pelaku karena adanya imbalan darinya
terhadap hal yang dijadikannya taqarrub tersebut. Jin tersebut membuat
si korban berada di bawah kendali si pelaku untuk melakukan pekerjaan
atau berita yang dimintanya. Bantuan tersebut diberikan oleh jin bila ia
memang serius melakukannya bersama si pelaku. Atas dasar ini,
menggunakan hipnotis dan menjadikannya sebagai cara atau sarana untuk
menunjukkan lokasi pencurian, benda yang hilang, mengobati pasien atau
melakukan pekerjaan lain melalui si pelaku ini tidak boleh hukumnya.
Bahkan, ini termasuk syirik karena alasan di atas dan karena hal itu
termasuk berlindung kepada selain Allah terhadap hal yang merupakan
sebab-sebab biasa dimana Allah Ta'ala menjadikannya dapat dilakukan oleh
para makhluk dan membolehkannya bagi mereka.
Firman Allah Azza wa Jalla pada ayat ini “Sesungguhnya ia
(iblis/setan) dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat
yang kamu tidak bisa melihat mereka”, menunjukkan bahwa manusia tidak
dapat melihat jin, yaitu pada bentuknya yang asli. Namun melihat
penjelmaan jin, hal ini bisa dan telah terjadi pada zaman Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam atau setelahnya. Ketika menjelaskan
faidah-faidah dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu yang menangkap
setan, [1]. Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan: Bahwa setan
terkadang menjelma dengan berbagai bentuk sehingga memungkinkan
(manusia) melihatnya. Dan firman Allah Ta’ala “Sesungguhnya ia
(iblis/setan) dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat
yang kamu tidak bisa melihat mereka (al A’raf ayat 27)”, dikhususkan
jika pada bentuknya (yang asli) yang Allah telah ciptakan. Demikian juga
berdialog dengan jin dan mengusir jin yang masuk ke dalam tubuh
seseorang, merupakan perkara yang benar-benar terjadi. Tetapi kemampuan
melakukan hal-hal di atas, tidak berarti menunjukkan kemuliaan orang
tersebut di sisi Allah Azza wa Jalla. Karena kemulian manusia di sisi
Allah adalah ditentukan oleh ketakwaannya kepada Allah.