Selasa, 15 Mei 2012

meningkatkan akhlak anak muda di jaman globalisasi

Kategori Adab Dan Perilaku

Bercanda Menurut Pandangan Islam

Menakut-nakuti seorang muslim dalam bercanda. Ada orang yang bercanda dengan memakai sesuatu untuk menakut-nakuti temannya. Misalnya, seperti memakai topeng yang menakutkan pada wajahnya, berteriak dalam kegelapan, atau menyembunyikan barang milik temannya, atau yang sejenisnya. Perbuatan seperti ini tidak dibolehkan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Janganlah salah seorang dari kalian mengambil barang milik saudaranya, baik bercanda maupun bersungguh-sungguh". Pernah terjadi, ketika salah seorang sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sedang tidur, datanglah seseorang lalu mengambil cambuknya, dan menyembunyikannya. Pemilik cambuk itupun merasa takut. Sehingga Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidak halal bagi seorang muslim membuat takut muslim yang lain". Intinya, tidak boleh menakuti-nakuti seorang muslim meskipun hanya untuk bercanda, terlebih lagi jika dengan sungguh-sungguh. Berdusta saat bercanda. Banyak orang yang dengan sesuka hatinya bercanda, tak segan berdusta dengan alasan bercanda. Padahal berdusta dalam bercanda ini tidak dibolehkan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Aku menjamin dengan sebuah istana di bagian tepi surga bagi orang yang meninggalkan debat meskipun ia berada di pihak yang benar, sebuah istana di bagian tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meski ia sedang bercanda, dan istana di bagian atas surga bagi seorang yang memperbaiki akhlaknya".

Canda Di Panggung Hiburan

Dunia kesenian dan panggung hiburan zaman sekarang sangat bervariasi. Mulai dari tayangan sinetron religi, pentas dangdut, konser nasyid marawis, pertunjukan ketoprak, film komedi, festival gambus hingga manggungnya para pelawak. Semuanya bertujuan untuk menghibur para pemirsa atau penonton yang sedang mengalami letih batin, capek pikiran dan lelah badan. Bahkan maraknya tayangan entertainment (pertunjukan) di layar televise bertujuan menghibur para pemirsa, akhirnya para ustadz setengah artis dengan tampilan nyentrik dan ganteng, ikut ambil bagian. Ironisnya, muatan hiburan jarang ditakar dengan norma Islam, hingga hiburan yang disebut islamipun banyak yang melenceng dari aturan agama, bahkan lebih cenderung bebas dan bias, jauh dari kendali syariat. Apalagi kepentingan materi menjadi dominan, target keuntungan menjadi pertimbangan utama, dan kepuasan penonton sebagai prioritas. Sehingga bisa dipastikan, hiburan jenis apapun tidak sepi dari kebatilan dan kemungkaran. Sementara penonton, rata-rata tertarik dengan segala yang berbau syahwat, semua yang bersifat hura-hura, dan tayangan beraroma pornografi. Selingan hidup untuk mengusir bosan dan capek dengan canda dan tawa merupakan sifat bawaan manusia, sebagai bumbu pergaulan dan garam kehidupan, karena semua orang kurang betah dengan suasana tegang dan hidup tanpa sisipan humor.

Bertetangga Yang Sehat Dan Kiat Menghadapi Tetangga Jahat

 

Berkaitan tentang cakupan makna berbuat ihsan kepada tetangga, Syaikh Nazhim Sulthan menerangkan: "(Yaitu) dengan melakukan beragam perbuatan baik kepada tetangga, sesuai dengan kadar kemampuan, misalnya berupa pemberian hadiah, mengucapkan salam, tersenyum ketika bertemu dengannya, mengamati keadaannya, membantunya dalam perkara yang ia butuhkan, serta menjauhi segala perkara yang menyebabkan ia merasa tersakiti, baik secara fisik atau moril. Tetangga yang paling berhak mendapatkankan perlakuan baik dari kita adalah tetangga yang paling dekat rumahnya dengan kita, disusul tetangga selanjutnya yang lebih dekat. 'Aisyah pernah bertanya,"Wahai Rasulullah, aku memiliki dua orang tetangga. Maka kepada siapakah aku memberikan hadiah diantara mereka berdua?". Beliau menjawab. "Kepada tetangga yang lebih dekat pintu rumahnya denganmu". Oleh karena itu, Imam Al Bukhari menulis judul bab khusus dalam Shahihnya Bab Haqqul Jiwar Fii Qurbil Abwab (bab hak tetangga yang terdekat pintunya). Ini merupakan indikator kedalaman pemahaman beliau terhadap nash-nash tentang hal ini". Lebih lanjut, Syaikh Nazhim memaparkan,"Tetangga memiliki beberapa kriteria tingkatan: Yang pertama, tetangga muslim yang memiliki hubungan kekerabatan, ia memiliki 3 hak sekaligus, yaitu hak bertetangga, hak Islam dan hak kekerabatan. Yang kedua, tetangga muslim (yang tidak memiliki hubungan kekerabatan), maka ia memiliki 2 hak, yaitu hak bertetangga dan hak Islam.

Meningkatkan Nilai Ibadah Seorang Muslim

Al Qadhi ‘Iyadh menerangkan sabda beliau dengan: ‘Kerjakanlah amalan yang kalian sanggup untuk mengerjakannya dengan kontinyu’ . Sementara Imam An Nawawi rahimahullah menyimpulkan dari hadits di atas: ‘Di dalamnya terkandung anjuran untuk kontinyu dalam beribadah, dan amalan yang sedikit (tapi) kontinyu lebih baik daripada amalan banyak tapi ditinggalkan’. Para ulama telah memaksimalkan daya pikir untuk menyibak rahasia mengapa amalan sedikit tapi kontinyu dapat lebih utama dan mulia dibandingkan amalam lain. Di antara keterangan mereka: Al Qurthubi berkata: ‘Sebabnya, amalan yang ringan, bisa dikerjakan dengan berkesinambungan dan hati yang giat, sehingga pahala semakin banyak lantaran terjadinya pengulangan amalan tersebut yang disertai oleh konsentrasi pikirannya. Berbeda dengan amalan yang berat, biasanya disertai dengan terganggunya konsentrasi dan menyebabkan seseorang meninggalkannya’. Sementara itu, Imam An Nawawi memberikan alasan: ‘Amalan sedikit yang langgeng itu lebih baik dari amalan banyak tapi putus di jalan, karena dengan kontinyu dalam satu amalan yang sedikit, bararti ketaatannya kepada Allah juga berlangsung terus-menerus, demikian juga dzikir, muraqabah, niat, keikhjlasan serta sikapnya menghadapkan dirinya kepada Allah berjalan terus. Sehingga yang sedikit tapi kontinyu akan membuahkan hasil yang berlipat-lipat daripada amalan banyak tapi ditinggalkan”.

Adab Meminta Izin

Di tengah masyarakat sekarang ini, masih sering kita saksikan perbuatan salah yang dianggap lumrah. Atau perbuatan berbahaya yang dianggap biasa. Hal ini wajar, karena masih sangat sedikit dari mayoritas kaum muslimin orang yang benar-benar memahami tuntunan syari'at. Sedikit juga orang yang berkemauan keras untuk belajar dan mendalami agamanya. Diantara kebiasaan yang kerap kita saksikan, yaitu seseorang memasuki rumah orang lain tanpa meminta izin si empunya rumah. Atau kita dapati seseorang mengintip ke dalam rumah orang lain karena si empunya tak menjawab salamnya. Masih banyak kaum muslimin yang menganggap ini sebagai perbuatan sepele yang sah-sah saja. Apalagi bila si empunya rumah termasuk kerabat atau sahabat yang dekat dengannya. Mereka sama sekali tidak menyadari, bahwa perbuatan seperti itu merupakan perbuatan dosa yang dapat membawa mudharat yang sangat berbahaya. Rumah, pada hakikatnya adalah hijab bagi seseorang. Di dalamnya seseorang biasa membuka aurat. Di sana juga terdapat perkara-perkara yang ia merasa malu bila orang lain melihatnya. Tidak dapat kita bayangkan, bagaimana bila akhirnya pandangan mata terjatuh pada perkara-perkara yang haram. Ditambah lagi tabiat manusia yang mudah curiga-mencurigai, berprasangka buruk satu sama lain. Akankah akibat-akibat buruk itu dapat terelakkan bila masing-masing pribadi jahil dan tak mengindahkan tuntunan agama?

Mewaspadai Bahaya Korupsi

Hadits di atas intinya berisi larangan berbuat ghulul (korupsi), yaitu mengambil harta di luar hak yang telah ditetapkan, tanpa seizin pimpinan atau orang yang menugaskannya. Seperti ditegaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Buraidah Radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Barangsiapa yang kami tugaskan dengan suatu pekerjaan, lalu kami tetapkan imbalan (gaji) untuknya, maka apa yang dia ambil di luar itu adalah harta ghulul (korupsi)". Asy Syaukani menjelaskan, dalam hadits ini terdapat dalil tidak halalnya (haram) bagi pekerja (petugas) mengambil tambahan di luar imbalan (upah) yang telah ditetapkan oleh orang yang menugaskannya, dan apa yang diambilnya di luar itu adalah ghulul (korupsi). Dalam hadits tersebut maupun di atas, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyampaikan secara global bentuk pekerjaan atau tugas yang dimaksud. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa peluang melakukan korupsi (ghulul) itu ada dalam setiap pekerjaan dan tugas, terutama pekerjaan dan tugas yang menghasilkan harta atau yang berurusan dengannya. Misalnya, tugas mengumpulkan zakat harta, yang bisa jadi bila petugas tersebut tidak jujur, dia dapat menyembunyikan sebagian yang telah dikumpulkan dari harta zakat tersebut, dan tidak menyerahkan kepada pimpinan yang menugaskannya.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;